Harian : Kompasiana.com
Tema Artikel :
Petugas Pajak Yang Melakukan Tindak Pencucian Uang Terkait Pengurusan
Permohonan Keberatan Pajak
Kasus Manipulasi
Pajak, dari Bakrie hingga BCA
Setelah mengulas masalah
kasus pajak yang ada di BCA, saya jadi tertarik dan mulai mencari tahu lebih
jauh kasus-kasus pajak yang ada di Indonesia. Saya mendapatkan sebuah kesamaan
kasus yang terjadi di beberapa perusahaan besar di Indonesia, seperti Bakrie
Group, BCA, PT. Metropolitan Retailmart, Asian Agri, Berau Coal, dan lain
sebagainya. Kasus manipulasi pajak ini rupanya tidak hanya terjadi sekali,
melainkan begitu banyak perusahaan yang terlibat dalam kasus tersebut.
Masih ingatkah pembaca
dengan nama Gayus Tambunan, seorang petugas pajak yang menerima suap terkait
pengurusan permohonan keberatan pajak. Kasus Gayus sama dengan kasus pajak yang
menimpa Hadi Poernomo, dan BCA.
Gayus Tambunan dipidana
karena terbukti menerima suap uang sebesar Rp 925 juta rupiah dari Roberto
Santonius terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak PT Metropolitan
Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar Amerika dari Alif Kuncoro terkait
kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT Kaltim
Prima Coal, dan PT Bumi Resource.
Gayus Tambunan dinilai
telah terbukti menerima suap dan melakukan tindak pencucian uang dari tiga
perusahaan Bakrie Group senilai 7 juta dollar AS, lalu membagi uang itu ke Alif
Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung, dan pejabat-pejabat di
Ditjen Pajak lain. “Saya terima tiga juta dollar AS,” kata Gayus.
Gayus menjelaskan sumber
dana yang dia terima ketika masih bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, yakni
dari PT Bumi Recources, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal. Dengan suap
tersebut Bakrie Group menginginkan Gayus Tambunan melakukan tiga pekerjaan, PT
Bumi Resources mengajukan banding tahun 2005, Gayus diminta untuk membuatkan
surat banding, surat bantahan-bantahan, dan termasuk persiapan apa saja yang
dibutuhkan dengan imbalan sebesar 3 juta dollar AS yang kemudian ia bagikan kepada
Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung.
Serupa dengan kasus
Gayus Tambunan dengan sejumlah perusahaan terkait pengurusan permohonan
keberatan pajak, kasus yang sama juga terulang di tubuh Bank BCA dengan Hadi
Poernomo-nya, namun bedanya apabila kasus Gayus sudah tuntas, kasus penggelapan
pajak yang menyeret PT. Bank BCA Tbk dalam daftar hitam penyelidikan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja belum mencapai kata final sejak
dibukanya penyelidikan pada tahun 2003 silam.
Peran Hadi Poernomo
dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak
dengan dengan membuat Surat Keputusan (SK) yang melanggar prosedur terkait
permohonan keberatan wajib pajak yang disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi
Poernomo selaku dirjen pajak diduga memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai
keberatan SKPN PPH BCA. BCA mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai
yang cukup fantastis yakni sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya
atau non performance loan (NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada
17 Juli 2003.
Setelah ditelaah oleh
Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan BCA ditolak,
namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengintruksikan Direktur PPH yang
semula menolak menjadi menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak yang
dilayangkan pihak BCA sehari sebelum masa jatuh tempo pemberian keputusan
final.
Oleh putusan Hadi
Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara dengan tidak membayar
pajak sebesar Rp 375 miliar.
Selain itu, keputusan
Hadi Poernomo mengabulkan permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA juga
semakin terasa janggal apabila mengingat hal serupa juga dilayangkan Bank
Danamon perihal keberatan pajak atas nilai transaksi sebesar Rp 17 triliun
tetapi ditolak oleh pengadilan pajak. Anehnya, hal ini serupa namun hasilnya
berbeda.
Dalam kasus ini KPK
menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan dikenakan ancaman hukuman
maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar berdasarkan pelanggaran
terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang
menyalahgunakan kewenangan.
Selain dua kasus besar
di atas, ada juga contoh kasus manipulasi pajak yang menimpa perusahaan besar
di Indonesia. Asian Agri dengan 14 anak usahanya terbukti tidak bayar pajak
sebesar Rp 1,259,9 triliun selama empat tahun, sehingga dikenakan sangsi atau
denda pajak sebesar Rp 653,4 miliar.
Maraknya kasus
manipulasi pajak di Indonesia, saya harap instansi terkait pengawas pajak
bekerja lebih keras untuk meminimalisir adanya kasus-kasus serupa di masa yang
akan datang. Selain itu, KPK juga baiknya segera menuntaskan pengusutan kasus
manipulasi pajak yang masih menggantung.
PEMBAHASAN
1.
Tanggung jawab profesi; dimana
seorang petugas pajak harus bertanggung jawab secara professional terhadap
semua kegiatan yang dilakukannya. Petugas pajak kurang bertanggung jawab karena
Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga
menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan membuat Surat Keputusan
(SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang disampaikan
oleh pihak Bank BCA.
2.
Kepentingan Publik; dimana petugas pajak harus
bekerja demi kepentingan publik. Dalam kasus ini perusahaan besar di Indonesia diduga
tidak bekerja demi kepentingan publik, karena diduga sengaja memanipulasi pajak
sehingga perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang seharusnya menderita
kerugian namun karena manipulasi pajak tersebut perusahaan-perusahaan tersebut terlihat
mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat merugikan negara.
3.
Integritas; dimana petugas pajak harus bekerja dengan
profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini petugas pajak serta dirjen
pajaknya tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi.
4.
Objektifitas; dimana petugas pajak harus bertindak obyektif
dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini petugas
pajak serta dirjen pajak diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi
pajak perusahaan besar tersebut yang nilainya cukup fantastis sehingga hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada dilingkup pajak tersebut.
5.
Kompetensi dan kehati-hatian professional;
Petuga pajak dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh
kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang
diperlukan. Dalam kasus ini, petugas pajak tidak melaksanakan kehati-hatian
profesional sehingga terjadi manipulasi pajak yang dapat merugikan negara.
6.
Perilaku profesional; Petugas Pajak sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan (mencoreng
nama baik) profesinya. Dalam kasus ini petugas pajak diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan terjadinya kesepakatan dan mengeluarkan wewenang
yang seharusnya tidak dikeluarkan. Dan hasilnya akan dipertanyakan orang banyak
ketika ada kasus yang sama namun hasil dari pengadilan berbeda.
7.
Standar teknis; petugas pajak dalam
menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan
standar profesional yang telah ditentukan. Petugas pajak mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari negara, selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini petugas pajak tidak
melaksanakan tugasnya tidak secara profesional sesuai dengan prinsip standar
teknis karena dirjen pajak mengabulkan permohonan keberatan
pajak yang diajukan BCA. Yang semula ditolak permohonan tersebut menjadi menerima seluruh permohonan keberatan
wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum masa jatuh tempo
pemberian keputusan final. Kasus yang serupa di alami oleh Bank Danamon perihal
keberatan pajaknya namun ditolak oleh pengadilan pajak.