PENGARUH KOMITMEN PROFESI TERHADAP
PERILAKU AUDITOR PADA SITUASI KONFLIK AUDIT
Nurul Fitriyah
Universitas Gunadarma
Abstraksi
Seorang
auditor harus dapat mengendalikan atau mengontrol dirinya dan komitmen kepada
profesinya apabila dihadapkan dengan konflik audit serta auditor harus mematuhi
standar profesi yang telah ditetapkan oleh IAI. Akan tetapi yang terlihat di
lapangan masih saja ada auditor yang tidak dapat mengendalikan dirinya dan
tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesinya. Seperti yang terjadi
dalam kasus Walikota Tomohon yang menerima hadiah uang senilai Rp 600 juta dan
pemebrian uang tersebut dinyatakan ststus wajar dengan pengecualian. Hal ini
membuat perilaku auditor diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika
profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik.
PENDAHULUAN
Perusahaan-perusahaan besar dalam
menjalankan bisnis usahanya tiap periode memerlukan jasa audit akuntan publik
untuk mengaudit laporan keuangannya, apakah keuangan perusahaan tersebut dapat
diandalkan pertanggungjawabannya atas laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen dalam laporan keuangan tersebut. Masyarakat percaya akan profesi
akuntan publik ini karena auditor melakukan tugas auditnya berdasarkan pedoman
standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Standar yang
digunakan meliputi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan.
Profesi akuntan publik merupakan
salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi
bisnis yang fair, oleh karena itu
profesionalisme akuntabilitas mutlak diperlukan, dengan mensyaratkan tiga hal
utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi, yaitu keahlian,
berpengetahuan, dan berkarakter. Profesi akuntan publik atau auditor mempunyai
standar yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kegagalan audit. Auditor tidak
boleh memihak kepada kepentingan siapapun, sebab jika auditor memihak maka dia
akan kehilangan sikap untuk mempertahankan kebebasan berpendapatnya.
Fenomena yang pernah terjadi
yaitu konflik audit merupakan hal yang lazim terjadi di Kantor Akuntan Publik
(KAP). Konflik merupakan proses yang dimulai saat salah satu pihak merasa
dikecewakan oleh pihak yang lain (French dan Allbright, 1998 dalam Renata
Zoraifi, 2005:12). Auditor yang memiliki profesi sebagai penyediaan jasa
pemeriksaan laporan keuangan, menyimpan banyak konflik dalam pekerjaannya. Hal
ini berhubungan dengan kedudukan auditor sebagai pihak independen.
Fenomena perilaku auditor pada situasi konflik
audit yang dimiliki oleh auditor di Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi Utara. Dua auditor yang berinisial
M dan B diduga menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Walikota Tomohon. KPK
melakukan penahanan terhadap tersangka B (pemimpin tim pemeriksa BPK-RI Manado)
dan M (anggota tim pemeriksa BPK-RI Manado). Kedua orang auditor BPK itu diduga
menerima sesuatu atau hadiah berupa uang senilai Rp 600 juta dari Walikota
Tomohon. Pemberian uang suap ini
supaya laporan keuangan Tomohon dinyatakan berstatus Wajar dengan Pengecualian.
Mereka juga mendapatkan fasilitas berupa hotel dan sewa kendaraan dari dana
Pemkot Tomohon sebesar Rp 7,5 juta. Hal inilah yang membuat Perilaku auditor pada situasi
konflik audit diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik. (www.detiknews.com).
Terkait
dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi perilaku auditor pada
situasi konflik audit saat ini. Dalam
melaksanakan tugasnya, auditor memerlukan kepercayaan terhadap kualitas jasa
yang diberikan pada pengguna. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk
memandang Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang independen dan
kompeten, karena akan mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah
diberikan oleh KAP kepada pemakai. Jika pemakai merasa KAP memberikan jasa yang
berguna dan berharga, maka nilai audit atau kualitas audit juga meningkat,
sehingga KAP dituntut untuk memiliki perilaku auditor sesuai dengan etika
profesi dan standar auditing apabila menghadapi konflik audit.
Kepercayaan yang diberikan
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dengan memberikan
hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya
auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi
mereka.
Tinjauan tentang komitmen profesi auditor dan perilaku
auditor
Komitmen Profesi Akuntan Publik
Dalam suatu
organisasi profesi seorang anggota organisasi profesi dituntut untuk memiliki
komitmen profesi. Menurut Gibson et. al. (1996) yang dikutip oleh Haryani
(2001) mendefinisikan komitmen sebagai lingkup, identifikasi, keterlibatan dan
loyalitas yang diekspresikan oleh seseorang terhadap organisasinya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2001) yang meneliti tentang komitmen
karyawan sebagai keunggulan bersaing, menyatakan bahwa komitmen dapat dijadikan
landasan daya saing karena organisasi atau perusahaan dengan kayawan yang memiliki
komitmen tinggi, akan mendapatkan keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki
organisasi lain.
Komitmen Profesi
adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan
oleh individu tersebut. Komitmen profesi dapat didefinisikan sebagai:
(1)
Sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai
dari profesi, sehingga dengan adanya komitmen profesi para anggota profesi akan
melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan yang ditetapkan bagi profesinya tanpa
adanya paksaan,
(2)
Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan
profesi. Para anggota profesi akan selalu berusaha melakukan sesuatu semaksimal
mungkin untuk kemajuan profesi yang digelutinya,
(3)
Sebuah kepentingan untuk memelihara keanggotaan dalam profesi, karena para
anggota profesi merasa bahwa profesi tersebut merupakan wadah atau tempat bagi
mereka untuk menyalurkan atau mencurahkan aspirasi dan kemampuan yang
dimilikinya.
Edelmann (1997:
103) mengatakan bahwa komitmen profesi adalah tingkat loyalitas individu
terhadap organisasi dalam melaksanakan tugas dan menaati norma aturan dan kode
etik profesi. Selain itu, komitmen profesi auditor juga dapat didefinisikan
sebagai suatu keyakinan seorang auditor untuk melakukan segala sesuatu yang
menjadi tuntutan bagi profesi akuntan publik sehingga akan muncul loyalitas
terhadap profesi maupun organisasi profesi akuntan publik. Bagi seorang
auditor, komitmen profesi mutlak diperlukan berkaitan dengan loyalitas individu
terhadap organisasi dalam melaksanakan tugas dan menaati norma aturan dan kode
etik profesi akuntan publik. Hal ini dikatakan mutlak karena dengan adanya
kesadaran untuk mematuhi aturan dan kode etik profesi, maka akan akan
mengurangi timbulnya konflik internal pada diri auditor tersebut apabila
dihadapkan pada suatu kondisi dilema etis sehingga profesionalisme dari auditor
dapat selalu dijaga.
Wibowo (dalam
Trisnaningsih, 2003: 201) mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengalaman internal auditor dengan komitmen profesionalisme, lama berkerja
hanya mempengaruhi pandangan profesionalisme hubungan dengan sesama profesi,
keyakinan terhadap peraturan profesi dan pengabdian
pada profesi.
Pengertian
Persepsi Profesi Akuntan Publik
Menurut Gibson
(1996: 134), persepsi sebagai proses seseorang untuk memahami lingkungan yang
meliputi orang, objek, symbol, dan sebagainya yang melibatkan proses kognitif.
Proses kognitif merupakan proses pemberian arti yang melibatkan tafsiran
pribadi terhadap rangsangan yang muncul dari objek tertentu. Oleh karena
tiap-tiap individu memberikan makna yang melibatkan tafsiran pribadinya pada
objek tertentu, maka masing-masing individu akan memiliki persepsi yang berbeda
meskipun melihat objek yang sama.
Sementara itu
apabila ditinjau dari aspek psikologis, Walgito (1997: 53) mendefinisikan
persepsi sebagai proses seseorang individu untuk memahami objek tertentu yang
diawali dengan timbulnya rangsangan dari objek tertentu yang diterima oleh alat
indera individu dan kemudian diteruskan ke otak sehingga individu tersebut
dapat memahami objek yang diterimanya. Persepsi bersifat subjektif karena
melibatkan aspek psikologis yaitu proses kognitif sehingga apa yang ada dalam
perkiraan individu akan ikut aktif dalam menentukan persepsi individu.
Bagi profesi
akuntan publik, persepsi profesi merupakan pemahaman seorang auditor terhadap
apa yang digelutinya. Pemahaman ini berkaitan dengan faktor kognitif
masing-masing individu auditor tersebut sehingga persepsi auditor satu dengan
yang lain akan berbeda. Apabila seorang auditor memiliki persepsi atau
pandangan positif terhadap profesinya, maka auditor tersebut akan memahami
segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi yang digelutinya dan beranggapan
bahwa profesinya merupakan profesi yang sangat penting bagi pihak lain sehingga
mereka akan melakukan apa yang harus dilakukan secara proporsional. Sementara
itu, apabila seorang auditor memiliki persepsi negative terhadap profesinya
maka auditor tersebut akan beranggapan bahwa profesi yang digelutinya harus menghasilkan
bagi dirinya sendiri tanpa memikirkan dampaknya bagi pihak lain apabila tidak
dilaksanakan sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Persepsi Akuntan Publik
Persepsi
merupakan hal yang bersifat subjektif, yaitu melibatkan tafsiran pribadi
masing-masing individu, sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
berasal dari dalam individu atau dengan kata lain faktor psikologis yang
mempengaruhi persepsi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.
Ingatan
Kemampuan
mengingat tiap-tiap individu terhadap apa yang pernah dipelajari atau
dipersepsikannya akan berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat.
2.
Motivasi
Bila motivasi
individu terhadap objek tertentu semakin besar, maka perhatiannya terhadap
objek tersebut juga semakin besar sehingga objek itu akan semakin jelas dan
mudah dipahami atau dipersepsikan oleh individu.
3.
Perasaan
Meskipun setiap
individu memperoleh rangsangan yang sama dari objek tertentu, tetapi dapat
menimbulkan perasaan yang berbeda yaitu ada yang senang dan atau sebaliknya
yang pada akhirnya mempengaruhi persepsinya terhadap objek tersebut.
4.
Berpikir
Cara berpikir
seseorang dalam memecahkan masalah biasanya berbeda, ada yang menggunakan
pengertian dan ada yang tidak sehingga hanya coba-coba saja. Berpikir berkaitan
dengan persepsi yaitu dalam memahami objek tertentu, individu biasanya
melibatkan kegiatan menghubungkan pengertianpengertian yang diperolehnya baik
secara sengaja maupun tidak (Walgito, 1997: 55-152).
Menurut Robbins
(1996: 34), selain faktor dari dalam individu ada faktor-faktor lain yang
berasal dari luar individu, yaitu:
1. Faktor
Objek
Meliputi ukuran,
intensitas dan kontras atau pertentangan. Semakin besar ukuran objek tertentu,
maka persepsi individu terhadap objek tersebut akan semakin jelas dan mudah
dipahami. Kemudian jika intensitas objek yang dipersepsikan semakin sering
ditunjukkan, maka objek tersebut semakin diperlihatkan sehingga akan semakin
mudah untuk dipersepsikan. Objek yang semakin bertentangan atau kontras dengan
sekitarnya akan lebih menarik perhatian orang sehingga akan lebih dipersepsikan
orang.
2. Faktor
situasi
Adalah kondisi
lingkungan dimana individu dipersepsikan objek tertentu, misalnya hawa panas
atau dingin, terang atau gelap dan lain-lain serta banyaknya waktu yang
digunakan individunya untuk mempersepsikan objek tersebut.
3. Pentingnya
pemahaman mengenai persepsi
Pemaham mengenai
persepsi penting untuk diketahui karena persepsi merupakan salah satu variabel
penting yang mempengaruhi perilaku individu. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa perilaku tidak bias lepas dari pengaruh individu sendiri dan
lingkungannya. Variabel individu meliputi faktor-faktor yang ada didalam
pribadi individu seperti persepsi, sikap, kemampuan dan ketrampilan, keahlian
fisik, dan lain-lain. Variabel lingkungan merupakan faktor yang dating dari
luar individu seperti pengalaman pendidikan, lingkungan sekitar dan sebagainya.
Melalui pemahaman persepsi individu tertentu, seseorang dapat meramalkan
bagaimana perilaku individu tersebut, dengan kata lain merupakan deteksi awal
bagi perilaku individu.
TUJUAN
PENELITI
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui
dampak yang terjadi pada komitmen profesi audit terhadap perilaku auditor yang
disebabkan oleh situasi konflik audit.
METODELOGI
PENELITIAN
Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dari internet,
berupa website dan blog-blog penulisan dan jurnal dengan kajian yang sejenis.
Pengumpulan informasi dengan cara membaca dan mempelajari bahan-bahan literatur
yang berhubungan dengan penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan landasan
teori dan teknik analisis dalam memecahkan masalah ini.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Gaya
kepemimpinan Manajer di Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kepuasaan auditor atau perilaku auditor dalam pelaksanaan
pengauditan. Ketidaktepatan atau ketidaksesuaian gaya kepemimpinan akan
mempengaruhi perilaku auditor dalam pelaksanaan pengauditan. Perilaku ini
disebut dengan perilaku disfungsional,
di antaranya adalah perilaku penurunan kualitas audit dan tidak melaporkan
waktu audit yang sesungguhnya. Konflik audit yang terjadi pada situasi auditor
yang dihadapakan kepada klien yang menekankan auditor untuk mengambil tindakan
yang melanggar standar auditing merupakan paksaan opini yang tidak sesuai
dengan faktanya, sedangkan secara umum auditor berpedoman atau terpaku oleh
etika profesi dan standar auditing.
Dalam
melaksanakan profesinya, seorang auditor diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode
etik akuntan merupakan norma perilaku auditor yang mengatur hubungan antara
akuntan dengan klien dan antara profesi dengan masyarakatnya. Kode etik akuntan
dijelaskan dalam pasal 1 (ayat2) Kode
Etik Akuntan Indonesia: “Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan
obyektifitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya”. Dengan mempertahankan
obyektifitas dia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan
pihak tertentu atau kepentingan pribadi.
Dengan
demikian seorang audit yang bekerja dalam instansi KAP tersebut dalam
menjalankan tugas-tugasnya yang penuh tanggungjawab. Pekerjaan yang dikerjakan
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Apabila sekali saja melakukan kesalahan,
kecurangan, atau menerima uang tanpa tau maksud klien tersebut memberi uang itu
maka reputasi KAP dan Auditor tidak dapat dipercayai lagi oleh masyarakat. Yang
mengakibatkan bangkrutnya perusahaan KAP tersebut dan seorang audit juga
menjadi dikucilkan. Tidak mudah menjadi seorang auditor yang independen. Setiap
melakukan tindakan auditor harus melihat kembali pedoman standar etika profesi
yang diatur Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan
yang berpraktik sebagai akuntan Publik bertanggung jawab melaksanakan
pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.
Dampak dari Perilaku Auditor
Dampak dari perilaku auditor yang terjadi oleh auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi
Utara. Dua auditor di BPK ini diduga menerima uang dari Walikota Tomoho agar
laporan keuangna Tomoho dinyatakan wajar dengan pengecualian. Ini membuktikan
adanya permainan laporan keuangan Walikota Tomoho. Sehingga Walikota Tomoho
berani reka mengeluarkan uang dan memfasilitaskan auditor dengan fasilitas
mewah. Hal inilah yang membuat Perilaku auditor pada
situasi konflik audit diragukan banyak pihak karena
tidak mematuhi etika
profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Seorang akuntan sangat berperan penting dalam perkembangan usaha perusahaan
dalam mengaudit laporan keuangannya. Dengan adanya pelanggaran perilaku auditor yang dilakukan oleh seorang akuntan
dapat merugikan banyak pihak yang terkait, seperti perusahaan yang akan
mengalami gulung tikar, karena apabila auditor perusahaan itu melakukan
kecurangan dan kecurangan itu pasti terbongkar, maka masyarakat tidak percaya
lagi dengan perusahaan tersebut. Perusahaan tidak dapat kembali mendapat
kepercayaan penuh oleh masyarakat dan akan susah untuk mendirikan usaha lagi. Dan
akuntan dianggap sebagai profesi yang tidak diandalkan lagi.
Saran
·
Seorang akuntan harus berpegang teguh dengan etika dan
prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI.
·
Seorang Akuntan harus lebih indenpendensi, integritas,
dan objektif dalam menggunakan hak dan wewenangnya.
· Seorang
Akuntan yang diberikan kepercayaan dapat dipertanggungjawabkan secara
profesional dan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam
menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen
berdasarkan kode etik profesi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001/Ikatan
Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik : Salemba Empat , 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar