Senin, 01 Desember 2014

PENGARUH KOMITMEN PROFESI TERHADAP PERILAKU AUDITOR PADA SITUASI KONFLIK AUDIT

PENGARUH KOMITMEN PROFESI TERHADAP PERILAKU AUDITOR PADA SITUASI KONFLIK AUDIT
Nurul Fitriyah
Universitas Gunadarma
Abstraksi
Seorang auditor harus dapat mengendalikan atau mengontrol dirinya dan komitmen kepada profesinya apabila dihadapkan dengan konflik audit serta auditor harus mematuhi standar profesi yang telah ditetapkan oleh IAI. Akan tetapi yang terlihat di lapangan masih saja ada auditor yang tidak dapat mengendalikan dirinya dan tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesinya. Seperti yang terjadi dalam kasus Walikota Tomohon yang menerima hadiah uang senilai Rp 600 juta dan pemebrian uang tersebut dinyatakan ststus wajar dengan pengecualian. Hal ini membuat perilaku auditor diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik.

PENDAHULUAN
Perusahaan-perusahaan besar dalam menjalankan bisnis usahanya tiap periode memerlukan jasa audit akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangannya, apakah keuangan perusahaan tersebut dapat diandalkan pertanggungjawabannya atas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan tersebut. Masyarakat percaya akan profesi akuntan publik ini karena auditor melakukan tugas auditnya berdasarkan pedoman standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Standar yang digunakan meliputi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu profesionalisme akuntabilitas mutlak diperlukan, dengan mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi, yaitu keahlian, berpengetahuan, dan berkarakter. Profesi akuntan publik atau auditor mempunyai standar yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kegagalan audit. Auditor tidak boleh memihak kepada kepentingan siapapun, sebab jika auditor memihak maka dia akan kehilangan sikap untuk mempertahankan kebebasan berpendapatnya.
Fenomena yang pernah terjadi yaitu konflik audit merupakan hal yang lazim terjadi di Kantor Akuntan Publik (KAP). Konflik merupakan proses yang dimulai saat salah satu pihak merasa dikecewakan oleh pihak yang lain (French dan Allbright, 1998 dalam Renata Zoraifi, 2005:12). Auditor yang memiliki profesi sebagai penyediaan jasa pemeriksaan laporan keuangan, menyimpan banyak konflik dalam pekerjaannya. Hal ini berhubungan dengan kedudukan auditor sebagai pihak independen.
Fenomena perilaku auditor pada situasi konflik audit yang dimiliki oleh auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi Utara. Dua auditor yang berinisial M dan B diduga menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Walikota Tomohon. KPK melakukan penahanan terhadap tersangka B (pemimpin tim pemeriksa BPK-RI Manado) dan M (anggota tim pemeriksa BPK-RI Manado). Kedua orang auditor BPK itu diduga menerima sesuatu atau hadiah berupa uang senilai Rp 600 juta dari Walikota Tomohon. Pemberian uang suap ini supaya laporan keuangan Tomohon dinyatakan berstatus Wajar dengan Pengecualian. Mereka juga mendapatkan fasilitas berupa hotel dan sewa kendaraan dari dana Pemkot Tomohon sebesar Rp 7,5 juta. Hal inilah yang membuat Perilaku auditor pada situasi konflik audit diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik. (www.detiknews.com).
Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi perilaku auditor pada situasi konflik audit saat ini. Dalam melaksanakan tugasnya, auditor memerlukan kepercayaan terhadap kualitas jasa yang diberikan pada pengguna. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk memandang Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang independen dan kompeten, karena akan mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah diberikan oleh KAP kepada pemakai. Jika pemakai merasa KAP memberikan jasa yang berguna dan berharga, maka nilai audit atau kualitas audit juga meningkat, sehingga KAP dituntut untuk memiliki perilaku auditor sesuai dengan etika profesi dan standar auditing apabila menghadapi konflik audit.
Kepercayaan yang diberikan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dengan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi mereka.

Tinjauan tentang komitmen profesi auditor dan perilaku auditor
Komitmen Profesi Akuntan Publik
Dalam suatu organisasi profesi seorang anggota organisasi profesi dituntut untuk memiliki komitmen profesi. Menurut Gibson et. al. (1996) yang dikutip oleh Haryani (2001) mendefinisikan komitmen sebagai lingkup, identifikasi, keterlibatan dan loyalitas yang diekspresikan oleh seseorang terhadap organisasinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2001) yang meneliti tentang komitmen karyawan sebagai keunggulan bersaing, menyatakan bahwa komitmen dapat dijadikan landasan daya saing karena organisasi atau perusahaan dengan kayawan yang memiliki komitmen tinggi, akan mendapatkan keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki organisasi lain.
Komitmen Profesi adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut. Komitmen profesi dapat didefinisikan sebagai:
(1) Sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari profesi, sehingga dengan adanya komitmen profesi para anggota profesi akan melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan yang ditetapkan bagi profesinya tanpa adanya paksaan,
(2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan profesi. Para anggota profesi akan selalu berusaha melakukan sesuatu semaksimal mungkin untuk kemajuan profesi yang digelutinya,
(3) Sebuah kepentingan untuk memelihara keanggotaan dalam profesi, karena para anggota profesi merasa bahwa profesi tersebut merupakan wadah atau tempat bagi mereka untuk menyalurkan atau mencurahkan aspirasi dan kemampuan yang dimilikinya.
Edelmann (1997: 103) mengatakan bahwa komitmen profesi adalah tingkat loyalitas individu terhadap organisasi dalam melaksanakan tugas dan menaati norma aturan dan kode etik profesi. Selain itu, komitmen profesi auditor juga dapat didefinisikan sebagai suatu keyakinan seorang auditor untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi tuntutan bagi profesi akuntan publik sehingga akan muncul loyalitas terhadap profesi maupun organisasi profesi akuntan publik. Bagi seorang auditor, komitmen profesi mutlak diperlukan berkaitan dengan loyalitas individu terhadap organisasi dalam melaksanakan tugas dan menaati norma aturan dan kode etik profesi akuntan publik. Hal ini dikatakan mutlak karena dengan adanya kesadaran untuk mematuhi aturan dan kode etik profesi, maka akan akan mengurangi timbulnya konflik internal pada diri auditor tersebut apabila dihadapkan pada suatu kondisi dilema etis sehingga profesionalisme dari auditor dapat selalu dijaga.
Wibowo (dalam Trisnaningsih, 2003: 201) mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman internal auditor dengan komitmen profesionalisme, lama berkerja hanya mempengaruhi pandangan profesionalisme hubungan dengan sesama profesi, keyakinan terhadap peraturan profesi dan pengabdian pada profesi.

Pengertian Persepsi Profesi Akuntan Publik
Menurut Gibson (1996: 134), persepsi sebagai proses seseorang untuk memahami lingkungan yang meliputi orang, objek, symbol, dan sebagainya yang melibatkan proses kognitif. Proses kognitif merupakan proses pemberian arti yang melibatkan tafsiran pribadi terhadap rangsangan yang muncul dari objek tertentu. Oleh karena tiap-tiap individu memberikan makna yang melibatkan tafsiran pribadinya pada objek tertentu, maka masing-masing individu akan memiliki persepsi yang berbeda meskipun melihat objek yang sama.
Sementara itu apabila ditinjau dari aspek psikologis, Walgito (1997: 53) mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang individu untuk memahami objek tertentu yang diawali dengan timbulnya rangsangan dari objek tertentu yang diterima oleh alat indera individu dan kemudian diteruskan ke otak sehingga individu tersebut dapat memahami objek yang diterimanya. Persepsi bersifat subjektif karena melibatkan aspek psikologis yaitu proses kognitif sehingga apa yang ada dalam perkiraan individu akan ikut aktif dalam menentukan persepsi individu.
Bagi profesi akuntan publik, persepsi profesi merupakan pemahaman seorang auditor terhadap apa yang digelutinya. Pemahaman ini berkaitan dengan faktor kognitif masing-masing individu auditor tersebut sehingga persepsi auditor satu dengan yang lain akan berbeda. Apabila seorang auditor memiliki persepsi atau pandangan positif terhadap profesinya, maka auditor tersebut akan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi yang digelutinya dan beranggapan bahwa profesinya merupakan profesi yang sangat penting bagi pihak lain sehingga mereka akan melakukan apa yang harus dilakukan secara proporsional. Sementara itu, apabila seorang auditor memiliki persepsi negative terhadap profesinya maka auditor tersebut akan beranggapan bahwa profesi yang digelutinya harus menghasilkan bagi dirinya sendiri tanpa memikirkan dampaknya bagi pihak lain apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan kode etik yang berlaku.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Akuntan Publik
Persepsi merupakan hal yang bersifat subjektif, yaitu melibatkan tafsiran pribadi masing-masing individu, sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berasal dari dalam individu atau dengan kata lain faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.    Ingatan
Kemampuan mengingat tiap-tiap individu terhadap apa yang pernah dipelajari atau dipersepsikannya akan berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat.
2.    Motivasi
Bila motivasi individu terhadap objek tertentu semakin besar, maka perhatiannya terhadap objek tersebut juga semakin besar sehingga objek itu akan semakin jelas dan mudah dipahami atau dipersepsikan oleh individu.
3.    Perasaan
Meskipun setiap individu memperoleh rangsangan yang sama dari objek tertentu, tetapi dapat menimbulkan perasaan yang berbeda yaitu ada yang senang dan atau sebaliknya yang pada akhirnya mempengaruhi persepsinya terhadap objek tersebut.
4.    Berpikir
Cara berpikir seseorang dalam memecahkan masalah biasanya berbeda, ada yang menggunakan pengertian dan ada yang tidak sehingga hanya coba-coba saja. Berpikir berkaitan dengan persepsi yaitu dalam memahami objek tertentu, individu biasanya melibatkan kegiatan menghubungkan pengertianpengertian yang diperolehnya baik secara sengaja maupun tidak (Walgito, 1997: 55-152).
Menurut Robbins (1996: 34), selain faktor dari dalam individu ada faktor-faktor lain yang berasal dari luar individu, yaitu:
1.    Faktor Objek
Meliputi ukuran, intensitas dan kontras atau pertentangan. Semakin besar ukuran objek tertentu, maka persepsi individu terhadap objek tersebut akan semakin jelas dan mudah dipahami. Kemudian jika intensitas objek yang dipersepsikan semakin sering ditunjukkan, maka objek tersebut semakin diperlihatkan sehingga akan semakin mudah untuk dipersepsikan. Objek yang semakin bertentangan atau kontras dengan sekitarnya akan lebih menarik perhatian orang sehingga akan lebih dipersepsikan orang.
2.    Faktor situasi
Adalah kondisi lingkungan dimana individu dipersepsikan objek tertentu, misalnya hawa panas atau dingin, terang atau gelap dan lain-lain serta banyaknya waktu yang digunakan individunya untuk mempersepsikan objek tersebut.
3.    Pentingnya pemahaman mengenai persepsi
Pemaham mengenai persepsi penting untuk diketahui karena persepsi merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi perilaku individu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak bias lepas dari pengaruh individu sendiri dan lingkungannya. Variabel individu meliputi faktor-faktor yang ada didalam pribadi individu seperti persepsi, sikap, kemampuan dan ketrampilan, keahlian fisik, dan lain-lain. Variabel lingkungan merupakan faktor yang dating dari luar individu seperti pengalaman pendidikan, lingkungan sekitar dan sebagainya. Melalui pemahaman persepsi individu tertentu, seseorang dapat meramalkan bagaimana perilaku individu tersebut, dengan kata lain merupakan deteksi awal bagi perilaku individu.

TUJUAN PENELITI
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang terjadi pada komitmen profesi audit terhadap perilaku auditor yang disebabkan oleh situasi konflik audit.

METODELOGI PENELITIAN
Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dari internet, berupa website dan blog-blog penulisan dan jurnal dengan kajian yang sejenis. Pengumpulan informasi dengan cara membaca dan mempelajari bahan-bahan literatur yang berhubungan dengan penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan landasan teori dan teknik analisis dalam memecahkan masalah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya kepemimpinan Manajer di Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasaan auditor atau perilaku auditor dalam pelaksanaan pengauditan. Ketidaktepatan atau ketidaksesuaian gaya kepemimpinan akan mempengaruhi perilaku auditor dalam pelaksanaan pengauditan. Perilaku ini disebut dengan perilaku disfungsional, di antaranya adalah perilaku penurunan kualitas audit dan tidak melaporkan waktu audit yang sesungguhnya. Konflik audit yang terjadi pada situasi auditor yang dihadapakan kepada klien yang menekankan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar auditing merupakan paksaan opini yang tidak sesuai dengan faktanya, sedangkan secara umum auditor berpedoman atau terpaku oleh etika profesi dan standar auditing.
Dalam melaksanakan profesinya, seorang auditor diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan merupakan norma perilaku auditor yang mengatur hubungan antara akuntan dengan klien dan antara profesi dengan masyarakatnya. Kode etik akuntan dijelaskan  dalam pasal 1 (ayat2) Kode Etik Akuntan Indonesia: “Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya”. Dengan mempertahankan obyektifitas dia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi.
Dengan demikian seorang audit yang bekerja dalam instansi KAP tersebut dalam menjalankan tugas-tugasnya yang penuh tanggungjawab. Pekerjaan yang dikerjakan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Apabila sekali saja melakukan kesalahan, kecurangan, atau menerima uang tanpa tau maksud klien tersebut memberi uang itu maka reputasi KAP dan Auditor tidak dapat dipercayai lagi oleh masyarakat. Yang mengakibatkan bangkrutnya perusahaan KAP tersebut dan seorang audit juga menjadi dikucilkan. Tidak mudah menjadi seorang auditor yang independen. Setiap melakukan tindakan auditor harus melihat kembali pedoman standar etika profesi yang diatur Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan Publik bertanggung jawab melaksanakan pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.

Dampak dari Perilaku Auditor
Dampak dari perilaku auditor yang terjadi oleh auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi Utara. Dua auditor di BPK ini diduga menerima uang dari Walikota Tomoho agar laporan keuangna Tomoho dinyatakan wajar dengan pengecualian. Ini membuktikan adanya permainan laporan keuangan Walikota Tomoho. Sehingga Walikota Tomoho berani reka mengeluarkan uang dan memfasilitaskan auditor dengan fasilitas mewah. Hal inilah yang membuat Perilaku auditor pada situasi konflik audit diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Seorang akuntan sangat berperan penting dalam perkembangan usaha perusahaan dalam mengaudit laporan keuangannya. Dengan adanya pelanggaran perilaku auditor yang dilakukan oleh seorang akuntan dapat merugikan banyak pihak yang terkait, seperti perusahaan yang akan mengalami gulung tikar, karena apabila auditor perusahaan itu melakukan kecurangan dan kecurangan itu pasti terbongkar, maka masyarakat tidak percaya lagi dengan perusahaan tersebut. Perusahaan tidak dapat kembali mendapat kepercayaan penuh oleh masyarakat dan akan susah untuk mendirikan usaha lagi. Dan akuntan dianggap sebagai profesi yang tidak diandalkan lagi.
Saran
·      Seorang akuntan harus berpegang teguh dengan etika dan prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI.
·      Seorang Akuntan harus lebih indenpendensi, integritas, dan objektif dalam menggunakan hak dan wewenangnya.
·      Seorang Akuntan yang diberikan kepercayaan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001/Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik : Salemba Empat , 2001.