Minggu, 18 Januari 2015

KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI (2014)


Harian             : Kompasiana.com
Tema Artikel   : Petugas Pajak Yang Melakukan Tindak Pencucian Uang Terkait Pengurusan Permohonan Keberatan Pajak

Kasus Manipulasi Pajak, dari Bakrie hingga BCA
Setelah mengulas masalah kasus pajak yang ada di BCA, saya jadi tertarik dan mulai mencari tahu lebih jauh kasus-kasus pajak yang ada di Indonesia. Saya mendapatkan sebuah kesamaan kasus yang terjadi di beberapa perusahaan besar di Indonesia, seperti Bakrie Group, BCA, PT. Metropolitan Retailmart, Asian Agri, Berau Coal, dan lain sebagainya. Kasus manipulasi pajak ini rupanya tidak hanya terjadi sekali, melainkan begitu banyak perusahaan yang terlibat dalam kasus tersebut.
Masih ingatkah pembaca dengan nama Gayus Tambunan, seorang petugas pajak yang menerima suap terkait pengurusan permohonan keberatan pajak. Kasus Gayus sama dengan kasus pajak yang menimpa Hadi Poernomo, dan BCA.
Gayus Tambunan dipidana karena terbukti menerima suap uang sebesar Rp 925 juta rupiah dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar Amerika dari Alif Kuncoro terkait kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resource.
Gayus Tambunan dinilai telah terbukti menerima suap dan melakukan tindak pencucian uang dari tiga perusahaan Bakrie Group senilai 7 juta dollar AS, lalu membagi uang itu ke Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung, dan pejabat-pejabat di Ditjen Pajak lain. “Saya terima tiga juta dollar AS,” kata Gayus.
Gayus menjelaskan sumber dana yang dia terima ketika masih bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, yakni dari PT Bumi Recources, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal. Dengan suap tersebut Bakrie Group menginginkan Gayus Tambunan melakukan tiga pekerjaan, PT Bumi Resources mengajukan banding tahun 2005, Gayus diminta untuk membuatkan surat banding, surat bantahan-bantahan, dan termasuk persiapan apa saja yang dibutuhkan dengan imbalan sebesar 3 juta dollar AS yang kemudian ia bagikan kepada Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung.
Serupa dengan kasus Gayus Tambunan dengan sejumlah perusahaan terkait pengurusan permohonan keberatan pajak, kasus yang sama juga terulang di tubuh Bank BCA dengan Hadi Poernomo-nya, namun bedanya apabila kasus Gayus sudah tuntas, kasus penggelapan pajak yang menyeret PT. Bank BCA Tbk dalam daftar hitam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja belum mencapai kata final sejak dibukanya penyelidikan pada tahun 2003 silam.
Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat Keputusan (SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai yang cukup fantastis yakni sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya atau  non performance loan (NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
Setelah ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengintruksikan Direktur PPH yang semula menolak menjadi menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum masa jatuh tempo pemberian keputusan final.
Oleh putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara dengan tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.
Selain itu, keputusan Hadi Poernomo mengabulkan permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA juga semakin terasa janggal apabila mengingat hal serupa juga dilayangkan Bank Danamon perihal keberatan pajak atas nilai transaksi sebesar Rp 17 triliun tetapi ditolak oleh pengadilan pajak. Anehnya, hal ini serupa namun hasilnya berbeda.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan dikenakan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar berdasarkan pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan.
Selain dua kasus besar di atas, ada juga contoh kasus manipulasi pajak yang menimpa perusahaan besar di Indonesia. Asian Agri dengan 14 anak usahanya terbukti tidak bayar pajak sebesar Rp 1,259,9 triliun selama empat tahun, sehingga dikenakan sangsi atau denda pajak sebesar Rp 653,4 miliar.
Maraknya kasus manipulasi pajak di Indonesia, saya harap instansi terkait pengawas pajak bekerja lebih keras untuk meminimalisir adanya kasus-kasus serupa di masa yang akan datang. Selain itu, KPK juga baiknya segera menuntaskan pengusutan kasus manipulasi pajak yang masih menggantung.
PEMBAHASAN
1.    Tanggung jawab profesi;  dimana seorang petugas pajak harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Petugas pajak kurang bertanggung jawab karena Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan membuat Surat Keputusan (SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang disampaikan oleh pihak Bank BCA.

2.    Kepentingan Publik; dimana petugas pajak harus bekerja demi kepentingan publik. Dalam kasus ini perusahaan besar di Indonesia diduga tidak bekerja demi kepentingan publik, karena diduga sengaja memanipulasi pajak sehingga perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi pajak tersebut perusahaan-perusahaan tersebut terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat merugikan negara.

3.    Integritas; dimana petugas pajak harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini petugas pajak serta dirjen pajaknya tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi.

4.    Objektifitas;  dimana petugas pajak harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini petugas pajak serta dirjen pajak diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi pajak perusahaan besar tersebut yang nilainya cukup fantastis sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada dilingkup pajak tersebut.

5.    Kompetensi dan kehati-hatian  professional; Petuga pajak dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, petugas pajak tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi manipulasi pajak yang dapat merugikan negara.

6.    Perilaku profesional; Petugas Pajak sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya. Dalam kasus ini petugas pajak diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan terjadinya kesepakatan dan mengeluarkan wewenang yang seharusnya tidak dikeluarkan. Dan hasilnya akan dipertanyakan orang banyak ketika ada kasus yang sama namun hasil dari pengadilan berbeda.

7.    Standar teknis;  petugas pajak dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang telah ditentukan. Petugas pajak mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari negara, selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini petugas pajak tidak melaksanakan tugasnya tidak secara profesional sesuai dengan prinsip standar teknis karena dirjen pajak mengabulkan permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA. Yang semula ditolak permohonan tersebut  menjadi menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum masa jatuh tempo pemberian keputusan final. Kasus yang serupa di alami oleh Bank Danamon perihal keberatan pajaknya namun ditolak oleh pengadilan pajak.